mustofa ibra

mustofa ibra
2048x1536

Kamis, 08 November 2012

contoh esai

Esai tajuk
korupsi
Maraknya kasus korupsi yang akhir-akhir ini tidak hanya menyeret sejumlah nama pejabat yang masih aktif sampai para mantan pejabat telah melukai hati rakyat Indonesia. Bukan hanya karena kecewa dengan mental para pejabat bangsa namun juga kecewa atas buruknya sistem pengawasan atas pelaksanaan operasional sebuah bangsa. Apalagi akhir-akhir ini marak dibahas mengenai pengampunan atas para koruptor sehingga para koruptor bisa melenggang bebas kembali setelah menikmati hasil "jarahannya" tersebut.
Menurut kami, diperlukan sebuah hukuman berat sehingga bisa menjadi efek jera bagi para koruptor dan membuat pejabat yang lain menjadi berfikir ulang untuk melakukan korupsi. Apalagi buruknya sistem pemerintahan Indonesia bila dilihat dari ketidakmampuan mengatasi masalah korupsi yang telah menggurita ini membuat masyarakat sudah tidak mau menaruh harapan lagi pada sebuah clean goverment yang seperti semakin jauh panggang dari api. Bila dilihat dari sudut pandang agama manapun, korupsi jelas dianggap sebagai pernuatan yang tidak baik karena telah menguasai apa yang sebenarnya menjadi hak orang lain. Maraknya korupsi di Indonesia saat ini bahkan korupsi tidak hanya dilakukan sendiri melainkan telah dilakukan secara berjama'ah semakin memperburuk citra Indonesia di mata dunia sehingga secara tidak langsung juga mempengaruhi tingkat kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Esai kritik
Indonesia itu seperti Serigala.
dan PHOENIX itu seperti gerombolan Serigala.
Imperialis, demen berperang, keras, ditempa oleh peperangan.
Di masa lalu tidak ada yang meragukan bahwa Indonesia adalah serigala terkuat dan semua tunduk kepada serigala ini.
Tidak peduli pandangan apa yang kita miliki terhadap serigala, tetap saja serigala memancing rasa kagum dan segan. Meski orang mengatai yang bukan-bukan soal serigala (makhluk keji, licik, atau kadang dikibuli kancil/rusa, atau bahkan penjahat kelamin), tapi bangsa Mongol yang menguasai seperempat lahan dunia pun berasal dari Serigala Kelabu.
Menjelang paruh terakhir versi V1 ini, semangat serigala dalam diri eIndonesia mulai mereda. Memang sepertinya kutukan besi adalah kutukan tampuk dan kesenangan.
Dinasti mongol yang liar dan memukau dunia pun bisa surut karena korupsi, ketamakan, dan kelewat enak bersanding di takhta.
Serigala generasi berikutnya yang lapar adalah Serbia dalam PHOENIX, tapi apa daya serigala ini kala dikelilingi serigala tua yang sudah kembung dan kekenyangan?
Mungkinkah serigala tua ini sebenarnya Rusa?
Cara kita memandang game ini sudah keburu terlalu praktis, darah dihindari dan diplomasi dipentingkan. Memang diplomasi baru bisa berjalan kalau taring kita tajam, tapi semua melihat bahwa taring kita sudah tidak tajam lagi seperti dahulu.
Bahkan bangsa rusa pun berani mengangkat kepala dan menyepak kita tepat di muka,
Bangsa-bangsa kecil mulai bermekaran tapi pongah, padahal tidak lebih dari rusa (ataukah sebenarnya mereka calon serigala masa depan* siapa yang tahu)?
Dalam era akhir V1 ini, semoga kita semua sudi berpikir sejenak. Apa yang membuat bangsa kita begini gila dan bangsa kita yang pernah menjelajahi semua penjuru bumi ini, kecuali eropa barat, telah pelajari.
Ingatlah kata-kata seekor serigala tua ini, yang mengutip pujangga besar:
"Apakah tiga kebutuhan agar sebuah negara bertahan hidup?
1. makanan, 2. senjata, 3. semangat bangsa."
Jika salah satu disingkirkan, maka yang MASIH bisa disingkirkan dahulu adalah: MAKANAN.
Jika salah satu lagi dipaksa disingkirkan, maka yang MASIH bisa disingkirkan adalah SENJATA.
Tapi sebuah negara tanpa semangat juang adalah negara marmut, negara tikus.
Dan tikus lebih rendah dari rusa. Rusa pun lebih rendah dari serigala. Ingatlah bahwa kita dahulu adalah serigala. Ingatlah serigala dalam hati kita. Kita bukan macan atau singa.
Kita serigala. Sebab hanya serigala yang saling membantu dan memperhatikan dalam kelompoknya,
sementara macan dan singa semuanya egois. Ingatlah akan semangat serigala. Serigala yang selalu menawan hati dunia. Hidup Indonesia
Sadarkah Anda Wahai Para Perokok?
Tahukah anda bahwa kebiasaan merokok setelah makan dapat menambah daftar buruk penyakit yang akan anda derita? Merokok setelah makan sepertinya sudah menjadi kebiasaan bagi para perokok. Dan tanpa disadari telah menjadi ketergantungan psikologis. Ternyata kebiasaan merokok setelah makan dapat mengakibatkan gangguan percernaan. Hal ini diakibatkan oleh tertelannya udara sewaktu merokok sehingga udara/gas dalam saluran cerna akan berlebih. Gejala dan keluhan yang sering ditemukan antara lain: rasa mual/muntah, perut kembung, rasa penuh setelah makan, bloating (begah) dan terkadang pula disertai dengan keseringan bersendawa. Tentu keluhan itu akan sangat menggangu dan sayangnya keluhan tersebut kadang dianggap sebagai penyakit maag (gastritis).
Oleh dokter sekalipun keluhan ini sering didiagnosa sebagai maag karena kurangnya menanyakan riwayat penyakit (anamnesa). Dengan demikian pemberian obat-obatan untuk mengatasi maag tidak akan mengatasi masalah ini. Begitupula pemberian suplemen enzim pencernaan tidak akan banyak membantu karena pemberian suplemen enzim pencernaan hanya terutama untuk mengatasi keluhan percernaan seperti di atas akibat makan terlalu cepat, makan terlalu banyak karbohidrat dan makan makanan yang tinggi lemak.
Tampaknya memang merokok akan lebih banyak menimbulkan dampak negatif bagi pecandunya daripada positifnya, belum kita sebutkan berbagai dampak buruk rokok lainnya bagi kesehatan kita yang bahkan dapat mengancam jiwa. Akan sangat sulit memang meninggalkan kebiasaan merokok apalagi kalau rokok telah menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis.
Ada seseorang misalnya yang sulit untuk bekerja apabila tidak merokok. Tapi itu tidak bisa menjadi alasan (excuse) untuk tetap merokok. Sudah banyak orang yang berhasil berhenti merokok dan mendapatkan kehidupan yang sangat sehat sekarang ini. Tidak hanya itu, orang-orang yang berada disekitarnya juga menjadi semakin nyaman dengan tidak adanya asap rokok.

MEMPEREBUTKAN TEMPAT
Ada fenomen menarik ketika kawasan semakin menjadi kota: fasilitas komersial tumpah ke jalanan. Ke tepi-tepi ruang linear kota yang mendadak jadi ajang perebutan, jadi kawasan komersial.
Tepian jalan adalah kawasan tegangan yang kadang setipis garis pagar, kadang selebar trotoar. Herman Hertzberger menamakan kawasan pembatas antara privat dan zona publik itu sebagai ruang ketiga (the third space), ruang antara (in between space). Suatu ranah yang mewarnai wajah kota. Dan, di ranah itulah orang menempatkan tanda-tanda kehadirannya. Dan karena jaringan jalan di kota-kota lambat bertambah panjang, maka di ranah tepi-tepinya terjadi pemadatan intensitas. Menempatkan tanda-tanda di sana menjadi semacam pertarungan kepentingan.
Semua tanda untuk menuntun orang menyibak keruwetan kota itu berada di tepi jalan. Berada di tepi “ruang publik” dan sekaligus, dengan demikian, juga berada di tepi ruang privat. Tanda-tanda itu (warung Indomie rebus, tambal ban, poster, dan selebaran dsb.) berada di ruang perbatasan yang karenanya bertegangan tinggi.
Kawasan tegangan tinggi ini serupa kulit bawang. Berlapis-lapis membentuk kontinum dari privat ke publik dan sebaliknya. Jalur pejalan kaki di tepi jalan sekarang dilengkapi oleh warung-warung kakilima. Menyisakan sedikit ruang pergerakan manusia.
Bila tengah jalan sudah digunakan untuk melintas, maka tepi jalan menjadi ajang perebutan para pedagang. Trotoar jadi kurban, lebih daripada itu, badan jalan pun dimakan. Kita melihatnya ketika Lebaran beberapa waktu lalu. Kita mendengar kabar tentang tersendatnya semua transportasi pemudik di kota-kota pesisir utara Jawa karena fenomen pasar tumpah. Pasar yang kegiatannya melimpah ke jalan sehingga baurlah batas-batas antara ruang publik dan ruang privat.
Di kota-kota lapak penjual pulsa telepon genggam semakin berani meletakkan posternya di lapis berikut, menjarah jalan. Lapak atau kios temporer ini memajukan letak poster ke jalan sehingga lebih menarik orang yang tengah bergerak di jalanan.
Orang menamakan kawasan tegangan tinggi itu sebagai lokasi “sektor informal” beroperasi. Penamaan itu menandakan bahwa kawasan itu tidak terjangkau oleh peraturan pemerintah daerah, dan memang pihak pembentuk kawasan itu menginginkan menghindari peraturan.
Benarkah ini kawasan tak bertuan? Bagaimana menjelaskan bahwa beberapa bulan lalu trotoar tempat mangkal berderet-deret warung tiba-tiba menyempit dan hanya menyisakan kantsteen (batu pembatas jalan) selebar 20 cm? Siapa yang “menghilangkan” simpul-simpul perjumpaan mahasiswa di penggal jalan itu?
Persoalan mengenai tanda-tanda di kota, juga adalah persoalan “di mana” tanda-tanda itu berada, siapa yang menjadi penguasa lokasi atau tempat itu? Mau menghindarinya? Mencari tempat lain yang lebih
Berikut contoh esai reflektif.

Tampomas II
Kami akan tetap mencarimu, anak yang kehilangan pelampung, begitulah radio itu bersuara.Serak,gemeretak,pecah-pecah,storing.laut tidak lagi tampak laut .Hanya gemerlap, sampai jauh,dan suara radio it mendesak-desak ke sana.
Matahari membersihkan langit.Angin meraikan awan.Kami akan tetap mencarimu anak yang kehilangan pelampung,begitulah radio itu berkata; tapi siapakah engkau,radio yang jelas gelombangnya ?
Kami adalah sebuah sumber.Kami akan tetap akan mencari,anak yang hilang dari kapal yang terbakar.Kami adalah semua pihak.Kami adalah regu SAR yang tak beralamat,yang tak berpeta,tak berpasukan.Kami adalah sebuah pertanyaan yang penasaran,sebuah pencarian yang tak bisa terbatas.Katakan lagi,apa yang ingin kau cari.
Kami berbunyi seperti puting-puting ,kami tak tampak seperti garis lintag,kami tertera pada astronomi, kami bagian dari alam dan manusia.Kami adalah yang mencarimu,akan menemukanmu,menghapus terik hari pada ubun-ubunmu,mengucurkan air es pada hausmu,menyisihkan asin dari tenggorokannmu.Kami adalah rindang yang melindungimu, anak yang ditinggalkan pelampung,Saudara yang bicara pada radio tanpa sender, sebutkan apa maumu.
Kami akan tetap akan mencarimu.Kami meniti titik-titik dari Masalembo,menyeberang laut, ke berbagai paragraf dokumen pelayaran. Kami ingin tahu, kematian yang manakah untukmu, siapakah yang menjemputmu, dan adakah ia terbaring ia terbaring dengan mata merah dan memimpikan api.Kau tak akan mendapatkan apa-apa,saudara yang bicara pada radio, kau tak akan mendapatkan apa-apa.Anak yang hanyut itu telah hanyut.Ikan-ikan telah memungutnya.Ganggang dan gelombang telah menampung kesepiannya sampai ke dasar. Di sana gelap hanya sebentar,kau tahu.Sebuah khayal bagi penyelam, sebuah ilusi pada snorkel, sebuah jarak yang hanya syarat.Akan tetapi, kami akan tetap mencarimu, anak yang kehilangan pelampung,sampai ke dasar laut,melihat koyakan tubuhmu.Sampai ke dasar kantung dan kenangan sendiri- karena kami semua bersalah, hallo karena kami semua bersalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar